TEORI KONVERGENSI DAN LIBERALISASI EKONOMI
Dalam ilmu ekonomi, teori konvergensi menyatakan bahwa tingkat kemakmuran yang dialami oleh negara-negara maju dan negara-negara berkembang pada suatu saat akan konvergen (bertemu di satu titik). Ilmu ekonomi juga menyebutkan bahwa akan terjadi catching up effect, yaitu ketika negara-negara berkembang berhasil mengejar negara-negara maju. Ini didasarkan asumsi bahwa negara-negara maju akan mengalami kondisi steady state, yaitu negara yang tingkat pendapatannya tidak dapat meningkat lagi. Kejadiannya karena seluruh biaya produksi di negara tersebut sudah tertutupi oleh investasi yang ada, sehingga tambahan modal di negara tersebut tidak dapat dijadikan tambahan investasi. Tidak ada tambahan investasi berarti tidak ada tambahan pendapatan.Sementara itu, negara-negara berkembang memiliki tingkat investasi di bawah biaya produksi, sehingga tambahan modal di negara tersebut akan dijadikan tambahan investasi dan akhirnya menambah pendapatan negara tersebut. Jadi, sementara negara-negara maju diam, negara-negara berkembang terus mengejar, sehingga pada suatu saat negara-negara maju pasti akan “tertangkap” oleh negara-negara berkembang. Begitulah kira-kira konsep teori konvergensi.Namun seperti yang kita ketahui, bahwa teori konvergensi tidak terjadi di dunia nyata. Negara-negara berkembang, kecuali Jepang dan beberapa negara yang termasuk asian miracle, tidak pernah mampu “menangkap” negara-negara maju. Bahkan kalau boleh dibilang, disparitas pendapatan antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang malah semakin melebar.
Dengan simplifikasi bahwa hanya ada dua faktor produksi dalam perekonomian, yaitu modal (capital) dan tenaga kerja (labor), bisa dikatakan negara-negara maju yang memiliki modal melimpah bersifat capital abundant, sedangkan negara-negara berkembang yang memiliki tenaga kerja melimpah bersifat labor abundant.
Negara maju yang memiliki modal berlimpah dibanding tenaga kerja akan mendistribusikan pendapatan lebih besar kepada tenaga kerja dibanding kepada modal. Sebaliknya, negara berkembang yang memiliki tenaga kerja lebih banyak daripada modal akan menghargai modal lebih tinggi daripada tenaga kerja.
Liberalisasi Ekonomi
Di negara dengan kondisi steady state tambahan modal tidak lagi berguna karena semakin memperbesar rasio modal per tenaga kerja sehingga malah menurunkan return atas modal. Dengan kata lain, kondisi diam menjadi neraka bagi kaum kapitalis, karena akan menyebabkan turunnya pendapatan mereka.
Namun kaum kapitalis di negara-negara maju berhasil menunda kondisi tersebut dengan menggunakan taktik liberalisasi ekonomi. Caranya menambah jumlah tenaga kerja dan atau mengurangi jumlah modal dalam perekonomian. Setidaknya, ada empat jenis liberalisasi ekonomi yang diterapkan oleh negara-negara maju. Pertama, liberalisasi pasar tenaga kerja. Karena harga tenaga kerja relatif lebih mahal di negara-negara maju, maka liberalisasi pasar tenaga kerja akan menyebabkan tenaga kerja mengalir dari negara berkembang ke negara maju. Bertambahnya jumlah tenaga kerja menuntut bertambahnya lapangan kerja baru sehingga memungkinkan meningkatnya investasi di negara maju.
Dengan tambahan tenaga kerja, tambahan modal yang didapat negara maju dari industrinya dapat digunakan lagi untuk menghasilkan tambahan pendapatan. Maka kondisi steady state dapat ditunda dengan menambah jumlah tenaga kerja. Penambahan jumlah tenaga kerja akan menurunkan rasio modal per tenaga kerja, hal ini berarti keberlimpahan modal atas tenaga kerja juga turun. Jika modal tidak lagi melimpah maka harga modal di negara-negara maju pun akan kembali naik.
Kedua, liberalisasi perdagangan. Konsekuensi dari bertambahnya jumlah tenaga kerja adalah hasil produksi negara-negara maju akan meningkat, sehingga diperlukan strategi baru untuk memasarkan hasil produksinya. Dengan WTO sebagai instrumennya, negara-negara maju mengampanyekan free trade ke seluruh dunia.Seluruh negara di dunia diharuskan membuka pasar mereka dan menyerahkan seluruhnya kepada mekanisme pasar bebas. Siapapun tahu bahwa mekanisme pasar bebas hanya akan menguntungkan produsen yang kuat saja. Tapi dengan alasan bahwa hal itu akan lebih menguntungkan buat konsumen maka kita pun menerima perjanjian perdagangan bebas. Mungkin itu karena para pengambil kebijakan di negeri ini telanjur berpendapat bahwa negeri kita ini cuma pasar, sehingga hal apapun yang menguntungkan konsumen pastilah menguntungkan kita juga. Tidak Menyadari Posisi Strategis Ketiga, liberalisasi sektor finansial. Jika liberalisasi pasar tenaga kerja berusaha memperkecil rasio modal per tenaga kerja dengan cara menambah jumlah tenaga kerja, maka liberalisasi sektor finansial berusaha memperkecil rasio itu dengan cara mengurangi jumlah modal.
Liberalisasi sektor finansial memungkinkan para investor jangka pendek (spekulan) memindahkan modal mereka ke negara lain yang menawarkan tingkat suku bunga yang tinggi. Dengan cara ini maka kelebihan modal yang tidak produktif di negara maju dapat digunakan untuk menghasilkan uang lagi di negara berkembang yang memiliki tingkat suku bunga relatif lebih tinggi.
Keempat, liberalisasi investasi. Ini tentang liberalisasi dalam investasi jangka panjang. Logikanya sama seperti liberalisasi sektor finansial, bahwa kaum kapitalis berusaha berusaha mengurangi modalnya di negara-negara capital abundant dan memindahkannya ke negara-negara labor abundant yang menawarkan return atas modal lebih baik, namun kali ini dengan cara investasi langsung.
Negara-negara berkembang memang membutuhkan investasi dari negara-negara maju, namun negara-negara maju juga butuh investasi di negara berkembang. Jadi, seharusnya kita bisa memainkan posisi tawar dan menolak liberalisasi ekonomi yang mereka paksakan. Karena tanpa liberalisasi pun negara-negara maju tetap akan berinvestasi di negara-negara berkembang.
UU Penanaman Modal yang amat liberal yang disahkan baru-baru ini menunjukkan betapa kita terlalu tidak menyadari posisi strategis kita dan minder menghadapi pemodal asing. Untuk “menangkap” negara-negara maju kita memang butuh investasi, tapi apalah artinya jika investasi asing akhirnya justru mendominasi struktur investasi kita. Bukannya menambah pendapatan kita, penguasaan asing atas sektor-sektor produksi justru akan menambah jumlah modal yang dilarikan ke luar negeri (repatriasi) setiap tahunnya.
Jadi, dengan kondisi dimana liberalisasi ekonomi diterapkan, teori konvergensi mustahil terjadi. Dengan liberalisasi ekonomi, negara-negara maju tidak diam (steady), tapi terus berlari meninggalkan kita. Sementara kita jangankan berlari, berjalan pun akan sulit karena setiap tahunnya akan semakin banyak saja pelarian modal akibat bertambahnya investasi asing.
Oleh :Rachmad Satriotomo
Penulis adalah Staf Divisi Kajian dan Riset Kanopi FEUI. http://www.sinarharapan.co.id/berita/0705/04/opi01.html
[…] KONVERGENSI KONVERGENSI MEDIA […]
By: KONVERGENSI « Soekartono Online on 15 Oktober 2009
at 15:17
ok..thanks
By: tonz94 on 13 November 2009
at 20:53