Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) pada setiap Badan Publik harus sudah ditunjuk paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 diundangkan pada tanggal 23 Agustus 2010. Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. Salah satu tujuan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah Meningkatkan Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas. Tujuan tersebut berkaitan dengan hak Warga Negara Indonesia yaitu (1). setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik. (2). Setiap Orang berhak : a. melihat dan mengetahui Informasi Publik; b. menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh Informasi Publik; c. mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan d. menyebarluaskan Informasi Publik. (3). Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permintaan Informasi Publik disertai alasan permintaan tersebut. (4). Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan gugatan ke pengadilan apabila dalam memperoleh Informasi Publik mendapat hambatan atau kegagalan. Hak Warga Negara Indonesia diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan dan Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan serta wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik. Konsekuensi dari hak pemohon Badan Publik wajib menyediakan informasi publik yaitu (1) Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, informasi yang wajib diumumkan secara serta merta dan informasi yang wajib tersedia setiap saat. Ketiga jenis informasi ini bersifat terbuka dan mudah diakses.

Apa sangsinya jika belum menunjuk PPID terkait dengan hak pemohon informasi publik dan kewajiban Badan Publik ? dengan tidak melaksanakan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008, Badan Publik tidak mengetahui Informasi Publik yang boleh dan yang tidak boleh diberikan kepada pemohon informasi dan pengguna informasi publik. Hal ini berakibat antara lain :

(1). Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi berdasarkan alasan yang termaktub dalam pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008. Hal ini akan berpotensi ke pasal 52 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 yang prosesnya didahului melalui penyelesaian sengketa informasi publik di Komisi Informasi, PTUN dan Mahkamah Agung.

(2). Belum membentuk PPID tidak dapat melakukan uji konsekuensi. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di setiap Badan Publik wajib melakukan pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan saksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap Orang. Sebagaimana telah diatur dalam pasal 19 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008. (tonz94)

Oleh: tonz94 | 16 Mei 2023

Informasi Berkala

Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.

Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala

(1) Setiap Badan Publik wajib mengumumkan secara berkala Informasi Publik.
(2) Informasi Publik paling sedikit terdiri atas:
a. Informasi tentang profil Badan Publik;
b. ringkasan Informasi tentang program dan/atau kegiatan yang sedang dijalankan;
c. ringkasan Informasi tentang kinerja dalam lingkup Badan Publik;
d. ringkasan laporan keuangan yang telah diaudit;
e. ringkasan laporan akses Informasi Publik;
f. Informasi tentang peraturan, keputusan, dan/atau kebijakan yang mengikat dan/atau berdampak bagi publik;
g. Informasi tentang prosedur memperoleh Informasi Publik;
h. Informasi tentang tata cara pengaduan penyalahgunaan wewenang atau pelanggaran oleh Badan Publik;
i. Informasi tentang pengadaan barang dan jasa;
j. Informasi tentang ketenagakerjaan; dan
k. Informasi tentang prosedur peringatan dini dan prosedur evakuasi keadaan darurat di setiap kantor Badan Publik.

…. selengkapnya

Oleh: tonz94 | 27 Juni 2021

Bahaya Berbagi Data Pribadi di Media Sosial

Tonz94 – Privasi menjadi sesuatu yang berharga di tengah era banjir informasi seperti saat ini. Sebab, sebagaimana dilansir dari Markkula Center for Applied Ethics, privasi memberikan garis batas yang tegas antara informasi yang bersifat publik dan privat. Oleh karena itu, dengan adanya privasi, informasi-informasi privat yang rentan disalahgunakan menjadi terlindungi. Salah satu dokumen yang memuat privasi adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP).

KTP sebenarnya merupakan dokumen kependudukan yang memuat data penduduk, sebagaimana diatur oleh Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Data penduduk yang dimaksud di sini adalah data pribadi atau sekumpulan orang yang didapat dari kegiatan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. Meskipun demikian, KTP juga memuat data pribadi.

Data pribadi, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2013, adalah data perseorangan yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya. Data-data yang tercantum di KTP, antara lain Nomor Induk Kependudukan (NIK), nama lengkap, jenis kelamin, agama, status, golongan darah, alamat, tempat, dan tanggal lahir merupakan data pribadi. Dengan demikian, KTP merupakan dokumen yang memuat data kependudukan sekaligus data pribadi. Lantas, apakah data pribadi dalam KTP dilindungi?

Data pribadi dalam KTP dilindungi oleh negara melalui Pasal 79 Ayat (3) UU Nomor 24 Tahun 2013, yang berbunyi “Petugas dan pengguna dilarang menyebarluaskan Data Kependudukan yang tidak sesuai dengan kewenangannya.” Sementara itu, larangan penyebarluasan Data Pribadi diatur dalam Pasal 86 ayat (1a) UU Nomor 24 Tahun 2013 yang berbunyi: “Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menyebarluaskan Data Pribadi yang tidak sesuai dengan kewenangannya.” Oleh karena itu, penyebaran data pribadi, sekalipun hanya sebatas tempat dan tanggal lahir.

Meskipun data pribadi telah dilindungi oleh hukum, penyalahgunaan informasi pribadi masih sering terjadi. Mengutip Australian Cyber Security Center, penyalahgunaan informasi dapat terjadi karena penggunaan media sosial, yaitu ketika pengguna media sosial sendiri yang menyebarkan informasi pribadi mereka. Penyebaran informasi pribadi melalui media sosial sering kali berujung pada kasus kejahatan digital, seperti pencurian identitas, stalking, dan cyber harassment.

Lebih lanjut, dilansir dari Penn Today, informasi pribadi yang disebar di media sosial bisa mempermudah hackers dalam meretas akun seseorang. Sebab, beberapa hackers memiliki keterampilan untuk menggunakan banyak jenis data, sekalipun hanya sebatas tempat dan tanggal lahir, untuk meretas akun seseorang. Oleh karena itu, informasi yang tertuang di KTP, meskipun sebatas informasi terkait tempat dan tanggal lahir, akan sangat berbahaya apabila disebarluaskan….Sumber Informasi : Ini Bahaya Berbagi Data Pribadi di Media Sosial – Tekno Tempo.co

Tonz94.com – Kebocoran data KTP warga Indonesia pada Mei lalu masih ramai diperbincangkan. Salah satu data yang dibocorkan adalah data Kartu Tanda Penduduk (KTP). Kebocoran data KTP tentu menjadi ramai dibahas karena KTP memuat berbagai informasi pribadi. KTP bukanlah satu-satunya dokumen yang harus diperhatikan. Data pribadi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, meliputi nomor KK; NIK; nama lengkap; jenis kelamin; tempat lahir; tanggal lahir; dan sebagainya. Data-data itu tidak hanya tercantum di KTP semata. 

Kini, di tengah upaya penanganan pandemi Covid-19, data-data pribadi juga tercantum dalam sertifikat hasil vaksinasi Covid-19. Meskipun demikian, banyak warganet yang menyebarkan sertifikat hasil vaksinasi mereka di media sosial.

Menteri Komunikasi dan Informasi, Johnny G. Plate, menegaskan bahwa sertifikat hasil vaksinasi Covid-19 hanya boleh digunakan untuk keperluan khusus saja. Oleh karena itu, sertifikat tersebut sebaiknya tidak disebarluaskan karena di dalamnya terdapat data pribadi yang harus dilindungi. Data pribadi yang dimaksud Johnny berada di dalam QR code yang ada di sertifikat tersebut. Data pribadi tersebut hanya boleh digunakan untuk kepentingan pribadi orang tersebut, dalam hal ini vaksinasi.

“Di dalam QR code itu ada data pribadi, jadi sertifikat digital kita peroleh, tapi di saat bersamaan kita menjaga data pribadi kita, dengan cara tidak mengedarkannya untuk kepentingan yang tidak semestinya,” ucap Johnny sebagaimana dikutip dari laman resmi Kemenkominfo. Johnny menjelaskan data pribadi dalam QR code tersebut rawan disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu. Penyalahgunaan ini meliputi penjualan data, pencurian identitas, dan berbagai jenis kejahatan siber lain. Oleh karena itu, Johnny mengimbau kepada media untuk menyebarkan informasi mengenai pentingnya menjaga data pribadi dalam sertifikat hasil vaksinasi. Data pribadi, sekalipun hanya tempat dan tanggal lahir, sangatlah berbahaya apabila disebarluaskan. Sebagaimana dilansir dari Penn Today, data pribadi sekecil apa pun dapat dipergunakan oleh hackers untuk meretas informasi-informasi lain yang lebih penting. Informasi-informasi pribadi dalam QR code sertifikat hasil vaksinasi dapat digunakan hackers untuk meretas informasi lain.

Dengan demikian, memilih untuk tidak menyebarkan sertifikat hasil vaksinasi Covid-19 tentu merupakan langkah yang tepat. Sebab, selain KTP, sertifikat hasil vaksinasi Covid-19 juga mengandung data pribadi di dalamnya. Sumber : Tekno.tempo.co

Oleh: tonz94 | 27 Juni 2021

Arti dari 16 Digit NIK di KTP?

Tonz94.com… Kartu Tanda Penduduk (KTP) telah lama menjadi aspek penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dilansir dari laman resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo menyebutkan bahwa KTP bagaikan “nyawa” dari penduduk Indonesia. Sebab, KTP berguna dalam berbagai urusan sekaligus, seperti membuat SIM, mengurus BPJS, hingga mengurus akta nikah.

Selain berguna dalam berbagai urusan, KTP juga memuat beberapa informasi pribadi yang penting. Mulai dari yang umum, seperti nama dan tanggal lahir, hingga yang khusus, seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK). Sebagai informasi yang sifatnya khusus, esensi dari NIK masih belum dipahami beberapa orang. Lantas, apa sebenarnya esensi dari NIK?

Dilansir dari laman resmi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, NIK adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia. Undang Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan dan PP Nomor 40 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Undang-undang Administrasi Kependudukan mengatur bahwa NIK yang terdiri atas 16 digit dan berlaku selama seseorang yang memiliki NIK masih menjadi warga negara Indonesia.

Namun, apa sebenarnya maksud dari 16 digit NIK?

Pasal 37 PP Nomor 37 Tahun 2007 menyebutkan bahwa:

  1. 6 digit pertama NIK merupakan kode wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan tempat tinggal pada saat mendaftar.
  2. 6 digit kedua NIK adalah tanggal, bulan dan tahun kelahiran dan khusus untuk perempuan tanggal lahirnya ditambah angka 40.
  3. 4 digit terakhir NIK merupakan nomor urut penerbitan NIK yang diproses secara otomatis dengan SIAK.
  4. NIK berlaku seumur hidup dan selamanya  tidak berubah dan tidak mengikuti perubahan domisili.
  5. NIK diterbitkan setelah dilakukan pencatatan biodata penduduk sebagai dasar penerbitan KK, KTP dan Akta-akta Catatan Sipil pada Dinas Dukcapil setempat.
  6. Jika NIK ditemukan tidak selaras dengan tanggal lahir dan/atau bulan/tahun lahir, maka NIK tidak dapat diubah berdasarkan tanggal lahir/bulan/tahun yang baru dibetulkan. NIK yang telah terbit tidak dapat diganti, yang dapat diganti hanya tanggal lahir/bulan/tahun yang baru dibetulkan.

Dengan demikian, jelas bahwa digit dalam NIK bukanlah serangkaian nomor acak. Tiap digit dalam NIK memiliki perannya sendiri-sendiri. Mengutip laman Disdukcapil, NIK memiliki fungsi untuk memastikan bahwa penduduk yang memilikinya telah terekam dalam Pusat Bank Data Kependudukan Nasional. Lebih lanjut, NIK juga berfungsi untuk mengintegrasikan penduduk dengan berbagai pelayanan publik yang ada. Oleh karena itu, keberadaan NIK dalam KTP patut mendapat perhatian lebih…Sumber : Tekno.tempo.co

Oleh: tonz94 | 4 Mei 2020

Uji Akses Informasi Publik

Salah satu elemen penting dalam penyelenggaraan negara yang terbuka adalah menjamin hak warga negara untuk memperoleh Informasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dimana Badan Publik selaku produsen informasi publik telah diberikan mandatnya sebagai kewajiban dalam peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan/ menjalankan, menginformasikan, menerbitkankan, menyajikan, menyediakan dan memberikan informasi publik yang dihasilkan kepada masyarakat. Kewajiban Badan Publik tersebut merupakan wujud nyata untuk memenuhi hak masyarakat dalam memperoleh informasi. Salah satu indikator partisipasi masyarakat ikut dalam mengawasi penyelenggaraan negara adalah tersedianya informasi publik yang dihasilkan oleh Badan Publik yang merupakan jaminan terlaksananya keterbukaan Informasi Publik. Dengan membuka akses publik terhadap Informasi diharapkan Badan Publik termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan masyarakat yang sebaik-baiknya.

Dalam era COVID-19 sama-sama kita ketahui banyak informasi tentang bagaimana menghadapi wabah/pandemi COVID-19 antara lain mengenai standar pengumuman informasi persebaran wabahnya itu sendiri, pengadaan alat kesehatan, pengadaan obat-obatan serta jumlah pasien, riwayat dan kondisi pasien yang dirawat yaitu yang positif, pasien dalam pengawasan(PDP), orang dalam pengawasan(ODP), orang tanpa gejala(OTG). Hak akses informasi publik terhadap informasi yang terjadi di era COVID-19 sangat besar mengingat dana yang dialokasikan untuk itu sangat besar.

Ketersediaan sebagai kewajiban Badan Publik sebagaimana mandat yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 perlu dilakukan dengan uji akses. Dalam melakukan uji akses alat(tools) yang gunakan antara lain Peraturan Komisi Informasi (Perki) Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Layanan Informasi Publik. Misalnya dalam Perki No.1 Tahun 2010 pada bagian 3 yaitu Informasi yang wajib tersedia setiap saat. Dimana pasal 13 ayat 1, huruf e disebutkan tentang ketersediaan dokumen berupa Surat-surat perjanjian dengan pihak ketiga dan dokumen pendukungnya. Jika hal tersebut dikaitkan dengan pengadaan alat kesehatan yang diadakan di era COVID-19 bagaimana kesiapan Badan Publik menjawabnya dalam memenuhi Hak Akses Masyarakat Terhadap Informasi Publik yang dihasilkan oleh Badan Publik, Artinya masyarakat ketika mengajukan permohonan informasi publik bukan meng-ada-ada tetapi mengacu kepada ketentuan yang berlaku yaitu Perki No.1 Tahun 2010….Siapkah Badan Publik ?

Referensi
1. Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2008
2. Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010

Oleh: tonz94 | 10 Maret 2020

Sengketa Informasi Publik

Sengketa Informasi Publik terjadi disebabkan belum optimal Badan Publik melaksanakan kewajiban dalam menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik yang menjadi kewenangannya selain informasi yang dikecualikan. Hal ini menjadi potensi Sengketa Informasi Publik menjadi semakin besar dengan pokok perkara, yaitu :

  1. Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala tidak disediakan pada website Badan Publik. Contohnya : Informasi Mengenai Laporan Keuangan;
  2. Tidak ditanggapinya permintaan informasi;
  3. Permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta;
  4. Tidak dipenuhinya permintaan informasi;
  5. Penyampaian informasi yang melebihi waktu yang diatur dalam undang-undang ini;
  6. Pengenaan biaya yang tidak wajar;
  7. Penolakan atas permintaan informasi berdasarkan alasan pengecualian pasal 17 UU No. 14 Tahun 2008. Contohnya : Surat – surat perjanjian dengan pihak ketiga berikut dokumen pendukungnya.
  8. Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi hanya dapat dilakukan terhadap pokok perkara yang terdapat pada angka 1 sampai dengan 6. Sedangkan angka 7 diselesaikan melalui sidang ajudikasi nonlitigasi.Sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008

Older Posts »

Kategori

%d blogger menyukai ini: