BAHAN AJAR ( 5 )
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI
COMMUNICATION TECHNOLOGY ADOPTION
DIFUSI INOVASI
Disampaikan oleh
Soekartono, S.IP., M.Si
tonz94@gmail.com
1. PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi suatu organisasi dalam rangka menjalankan tugasnya serta mewujudkan visi dan misinya antara lain dilakukan dengan menerapkan teknologi komunikasi sebagai salah satu media dalam pengelolaan informasi. Penerapan teknologi suatu organisasi disebabkan oleh beberapa hal yang berbeda satu sama lain, antara lain : kebutuhan dan kepentingan organisasi itu sendiri, kebijakan pemerintah atau paksaan dari negara-negara maju.
Dalam penerapan teknologi komunikasi perlu memperhatikan struktur organisasi yang menampung hasil inovasi baru, kemampuan teknis sumber daya manusia dan budaya yang ada dalam organisasi.
Dengan tidak adanya wadah yang menampung hasil inovasi berpengaruh pada proses difusi inovasi yang menimbulkan kecendrungan untuk menolak karena individu merasa tidak jelas dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan hasil inovasi yang telah diadopsi oleh organisasi. Selain itu penolakan ataupun keterlambatan penerimaan disebabkan adanya budaya dan kemampuan teknis. Budaya yang ada dan telah lama berkembang serta menjadi kepercayaan yang merupakan pegangan bagi setiap anggota organisasi. Dengan kondisi tersebut masuknya budaya yang dibawa oleh teknologi yang diadopsi menimbulkan pro dan kontra di tengah – tengah suatu masyarakat. Pro dan kontra tersebut tercermin dalam berbagai sikap dan tanggapan dari anggota masyarakat yang bersangkutan, ketika proses yang dimaksud berlangsung di tengah – tengah mereka. Sedangkan kemampuan teknis yang dimiliki oleh sumber daya manusia dalam kondisi tidak terlatih untuk menggunakannya.
Menurut Rogers (1995: 375), organisasi dibuat untuk menangani tugas-tugas rutin dalam skala besar melalui suatu aturan tentang hubungan antar manusia. Struktur diperlukan untuk menampung hasil inovasi, selain itu dapat menjadi penghubung antara satu inovasi dan inovasi yang lain sehingga dapat saling terkait yang pada akhir akan terintegrasi secara ke sisteman.
2. UNSUR DIFUSI INOVASI
Menurut Everett M. Rogers (1995:10) difusi (penyebarserapan) inovasi terdiri dari unsur – unsur :
1. inovasi (inovation),
2. saluran komunikasi (communication channels),
3. waktu (time),
4. sistem sosial (social system).
Inovasi merupakan suatu ide, cara – cara ataupun objek yang dioperasikan oleh seseorang sebagai sesuatu yang baru. Baru tidaklah semata – mata dalam ukuran waktu sejak ditemukannya atau pertama kali digunakannya inovasi tersebut. Menurut Rogers,(1995) kebaruan dalam persepsi atau kebaruan subjektif hal yang dimaksud bagi seseorang, yang menentukan reaksinya terhadap inovasi tersebut. Pengertian ”baru”-nya suatu inovasi tidak mesti sebagai pengetahuan baru pula. Sebab jika suatu inovasi telah diketahui oleh seseorang untuk jangka waktu tertentu, namun individu itu belum memutuskan sikap apakah menyukainya atau tidak, belum pula menyatakan menerima atau menolak, maka baginya hal itu tetap suatu inovasi. Jadi, kebaruan inovasi tercermin dari pengetahuan, sikap, ataupun putusan terhadap inovasi yang bersangkutan. Dengan begitu, bisa saja sesuatu yang disebut sebagai inovasi bagi suatu masyarakat, namun tidak lagi dirasakan sebagai hal yang baru oleh orang atau masyarakat lainnya. Suatu inovasi biasanya terdiri dari dua komponen, yakni komponen ide dan komponen objek (aspek material atau produk fisik dari ide). Setiap inovasi memiliki komponen ide, namun banyak juga yang tidak mempunyai rujukan fisik. Penerimaan terhadap suatu inovasi yang memiliki kedua komponen tersebut memerlukan adopsi berupa tindakan (action). Sedang untuk inovasi yang hanya mempunyai komponen ide, penerimaannya pada hakekatnya lebih merupakan suatu putusan simbolik. Sehingga penerimaan terhadap suatu inovasi dalam organisasi tergantung dari proses inovasi yang dilakukan.
Saluran komunikasi (communication channels), digunakan untuk menyebarluaskan inovasi yang telah diadopsi oleh organisasi kepada masyarakat ataupun kepada anggotanya. Saluran komunikasi yang digunakan untuk penyebarluasan inovasi kepada masyarakat luas dilakukan melalui media elektronik, media cetak maupun media baru. Saluran komunikasi untuk penyebarluasan inovasi dalam organisasi dilakukan melalui komunikasi organisasi mengacu kepada struktur yang ada dalam organisasi secara hirarkhi sedangkan komunikasi interpersonal, dilakukan antar sesama karyawan maupun dengan atasan dalam bentuk tatap muka, seperti forum sosialisasi atau diklat/kursus. Waktu, selain itu dalam penyebarserapan inovasi kepada karyawan diperlukan adanya waktu dan adanya pemahaman terhadap sistem sosial yang ada dalam organisasi seperti budaya. Setiap budaya mengembangkan harapan-harapan yang tertulis maupun tidak tertulis tentang perilaku (aturan dan norma-norma) yang mempengaruhi para anggota budaya itu. Tetapi orang – orang tidak hanya dipengaruhi oleh budaya tersebut, mereka menciptakan budaya.
Sistem Sosial, setiap organisasi memiliki satu budaya atau lebih yang memuat perilaku-perilaku yang diharapkan – tertulis atau tidak tertulis. Budaya suatu kelompok dapat digolongkan sebagai ”seperangkat pemahaman atau makna yang dimiliki bersama oleh sekelompok orang(Pace and Faules, 1993: 91). Makna tersebut pada dasarnya diakui secara diam-diam oleh para anggotanya, jelas relevan bagi kelompok tertentu dan khusus untuk kelompok tersebut. Dengan demikian budaya yang meliputi interaksi selama beberapa waktu, harapan-harapan perilaku, membentuk dan dibentuk, sifat-sifat khas yang memisahkan sebuah budaya dengan budaya lainnya.
3. KARAKTERISTIK DIFUSI INOVASI
Dalam difusi inovasi, ada lima karateristik yang menandai setiap gagasan atau cara baru, diterima oleh masyarakat (Rogers, Everett M,1995 :15), yaitu :
1. Keuntungan – keuntungan relatif (relative advantages), yaitu apakah cara – cara atau gagasan baru ini memberikan sesuatu keuntungan relatif bagi mereka yang kelak menerimanya.
2. Keserasian (compatibility); yaitu apakah inovasi yang hendak di difusikan itu serasi dengan nilai – nilai, sistem kepercayaan, gagasan yang lebih dahulu diperkenalkan sebelumnya, kebutuhan, selera, adat – istiadat dan sebagainya dari masyarakat yang bersangkutan.
3. Kerumitan (complexity); yakni apakah inovasi tersebut dirasakan rumit. Pada umumnya masyarakat tidak atau kurang berminat pada hal-hal yang rumit, sebab selain sukar untuk dipahami, juga cenderung dirasakan merupakan tambahan beban yang baru.
4. Dapat dicobakan (trialability); yakni bahwa sesuatu inovasi akan lebih cepat diterima, bila dapat dicobakan dulu dalam ukuran kecil sebelum orang terlanjur menerimanya secara menyeluruh. Ini adalah cerminan prinsip manusia yang selalu ingin menghindari suatu resiko yang besar dari perbuatannya, sebelum ”nasi menjadi bubur”.
5. Dapat dilihat (observability); jika suatu inovasi dapat disaksikan dengan mata, dapat terlihat langsung hasilnya, maka orang akan lebih mudah untuk mempertimbangkan untuk menerimanya, ketimbang bila inovasi itu berupa sesuatu yang abstrak, yang hanya dapat diwujudkan dalam pikiran, atau hanya dapat dibayangkan. Kelima karakteristik tersebut menentukan bagaimana tingkat penerimaan terhadap sesuatu inovasi yang di difusikan di tengah – tengah suatu masyarakat.
Menurut Arnold Pacey (1983: 6) praktek teknologi dipengaruhi oleh aspek budaya, aspek organisasi dan aspek teknik. Ketiga aspek tersebut harus selalu ada tanpa satupun bisa ditinggalkan. Kalau ada salah satu aspek yang diabaikan, maka teknologi tersebut dalam perkembangannya hanya akan menjadi teknologi yang gagal diterapkan. Interaksi ketiga aspek tersebut membentuk dua (2) lapisan (Pacey, Arnold, 1983: 49) yaitu lapisan pemakai (user sphere) dan lapisan keahlian (expert sphere).
Implikasi yang disebabkan oleh ketiga aspek terhadap proses implementasi dari suatu inovasi teknologi komunikasi perlu diperhitungkan, sehingga kemampuan dan pemahaman yang telah ada dapat diamanfaatkan dalam melakukan suatu inovasi. Untuk itu dalam melakukan adopsi suatu inovasi, agar dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Hal ini mengingat difusi inovasi tidak dapat terjadi secara serempak mengingat sumber daya yang ada dalam ketiga aspek tersebut mempunyai kemampuan yang berbeda.
Gambar 3
Diagramatic definitions of ‘technology’ and ‘tehnology practice’
(Arnold Pacey, 1983 : 6)
4. ADOPSI INOVASI
Adanya keinginan masyarakat akan informasi yang tersedia setiap saat serta dapat diakses dengan cepat menuntut organisasi melakukan perubahan dalam sistem pengelolaan informasi, dengan cara mengadopsi teknologi komunikasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Adopsi terhadap suatu inovasi teknologi disatu sisi sebagai suatu keputusan organisasi yang perlu diikuti dengan proses penyebarserapan (difusi) inovasi kepada user yang akan menggunakan, sehingga proses penerimaan terhadap inovasi yang dilakukan organisasi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan dapat tercapai. Menurut Everett M.Rogers (1995: 372), keputusan menerima inovasi dalam organisasi merupakan suatu hasil konsensus sebagian anggota organisasi yang mempunyai kekuasaan, status atau keahlian teknis (Authority Innovation-Decisions).
Ada tiga (3) tipe keputusan inovasi dalam organisasi, yaitu :
1. Optional Innovation-Decisions, pilihan untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi, secara bebas terhadap suatu keputusan yang dibuat dalam suatu sistem;
2. Collective Innovation-Decisions, pilihan untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi yang dibuat dengan konsensus/perjanjian selama menjadi anggota dari suatu sistem;
3. Authority Innovation-Decisions, pilihan untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi yang dibuat oleh relative sedikit orang – orang dalam suatu system yang mempunyai kekuasaan, status atau keahlian teknis. (Rogers, Everett M,1995: 372).
5. PENERIMAAN INOVASI
Penerimaan suatu inovasi seseorang atau organisasi dilakukan melalui sejumlah tahapan yang disebut tahap putusan inovasi (Rogers, Everett M, 1995: 20), yaitu
1. Tahap pengetahuan (knowledge). Tahap di mana seseorang sadar, tahu, bahwa ada sesuatu inovasi.
2. Tahap bujukan (persuasion). Tahap ketika seseorang sedang mempertimbangkan atau sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahui tadi, apakah ia menyukainya atau tidak.
3. Tahap putusan (decision). Tahap dimana seseorang membuat putusan apakah menerima atau menolak inovasi yang dimaksud.
4. Tahap implementasi (implementation). Tahap seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya mengenai sesuatu inovasi.
5. Tahap pemastian (confirmation). Tahap seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan putusan yang telah diambilnya tersebut.
Gambar 1
A Model of Stages in The Innovation – Decision Process (Rogers, Everett M, 1995 : 163)
6. PENERIMAAN INOVASI PADA LEVEL ORGANISASI
Proses inovasi dalam organisasi terdiri dari 5 tahapan; 2 tahap dalam inisiatif subproses dan 3 tahap dalam implementasi subproses, yaitu :
1. Agenda Setting
Agenda setting terjadi dalam proses inovasi ketika suatu masalah umum organisasi yang mungkin membuat suatu kebutuhan yang dirasakan untuk suatu inovasi didefinisikan. Proses agenda setting berlangsung sepanjang waktu dalam setiap sistem. Agenda seting adalah cara dimana kebutuhan, masalah dan isu menggelembung ke atas sampai ke suatu sistem dan diprioritaskan dalam suatu hirarkhi untuk diperhatikan. Tahapan agenda setting dalam proses inovasi dalam organisasi adalah untuk mengidentifikasikan dan membuat prioritas kebutuhan di satu sisi, dan untuk meneliti lingkungan organisasi untuk menempatkan inovasi yang berdaya guna potensial bertemu dengan masalah organisasi. (Rogers, 1995 : 391)
2. Matching
Matching didefinisikan sebagai tahapan dalam proses inovasi yang mana suatu masalah dari agenda organisasi diisi dengan suatu inovasi dan penyesuaian ini telah direncanakan dan didesain.(Rogers, 1995 : 394)
3. Redefining/Restructuring
Pada tahap ini, inovasi yang diambil dari luar organisasi secara bertahap mulai menghilang karakter luarnya. Redefining/restrukturing terjadi ketika inovasi direkayasa kembali untuk mengakomodasi kebutuhan dan struktur organisasi lebih dekat lagi dan ketika struktur organisasi dimodifikasikan agar sesuai dengan inovasi. (Rogers, 1995:394).
Inovasi dan struktur organisasi. Tidak hanya inovasi yang dimodifikasi kedalam organisasi, struktur organisasi mungkin dirubah untuk menyesuaikan dengan inovasi. Dalam kasus yang lain, inovasi mungkin mempengaruhi struktur dari keseluruhan organisasi, sebagaimana ketika sistem elektronic mail diperkenalkan dalam suatu organisasi. Tiba – tiba, setiap karyawan mempunyai akses komunikasi langsung dengan top level organisasi. (Rogers, 1995: 395). Teknologi telah sering diasumsikan menjadi suatu sasaran dan kekuatan eksternal yang mempengaruhi struktur organisasi. Sesuatu yang lebih baru dan realistik memandang teknologi dalam suatu organisasi dilihat sebagai produk dari hubungan manusia, sebagaimana artinya adalah secara perlahan – lahan pekerjaan diambil setelah melewati diskusi (Orlikowski, 1992).
Inovation dan uncertainty (ketidakpastian), inovasi hubungan komputer membuat ketidakpastian dalam suatu organisasi, suatu tempat yang tidak nyaman dalam suatu sistem seringkali memimpin untuk menahan teknologi. Ketidakpastian ini satu alasan untuk kesulitan khususnya bahwa teknologi komputer setiap waktu mengalami bagian dalam proses implementasi (Gerwin, 1998) menemukan ada gunanya untuk mengidentifikasikan 3 tipe berbeda dari ketidakpastian dalam investigasi bantuan teknologi manufacturing komputer.
(a). Ketidakpastian teknik, tahapan dimana sulit bagi suatu organisasi untuk memisahkan reliabilitas, kapasitas dan ketelitian dari teknologi baru atau apakah teknologi yang lebih baru yang akan datang segera membuat inovasi menjadi absolut
(b). Ketidakpastian finansial, tahapan dimana implementasi dari inovasi akan menghasilkan suatu balasan yang attractif pada investasi dan apakah balasan yang akan datang dapat diprediksi secara akurat.
(c). Ketidakpastian sosial, tahapan dimana konflik terjadi selama implementasi dari inovasi dilaksanakan
4. Clarifying
Klarifikasi terjadi sebagaimana inovasi diletakkan kedalam penggunaan secara lebih menyebar dalam suatu organisasi, maka makna dari ide – ide baru secara bertahap menjadi terungkap pada anggota organisasi. Terlalu cepat implementasi dari suatu inovasi pada tingkat klarifikasi sering menghasilkan malapetaka. Tahapan klarifikasi dalam proses inovasi dalam suatu organisasi mengandung konstruksi sosial. Ketika suatu ide baru pertama kali diimplementasikan dalam suatu organisasi, hal itu mempunyai sedikit makna bagi anggota organisasi.
5. Routinizing
Rutinitas terjadi ketika inovasi telah menjadi bagian dari organisasi kedalam aktivitas – aktivitas sehari – hari dalam organisasi dan inovasi kehilangan sebagian identitasnya. Pada point ini, proses inovasi dalam organisasi telah komplit. Anggota organisasi tidak berpikir panjang tentang inovasi sebagai suatu ide baru.(Rogers, Everett M, 1995 : 391)
AGENDA – SETTING |
Decision |
I. INITIATION |
II. IMPLEMENTATION |
THE INNOVATION PROCESS IN AN ORGANIZATION |
General organizational problems that may create a perceived need for innovation |
Filling a Problem from the organization’s agenda with an innovation |
The innovation is modified and re-invented to fit the organization, and organizational structure are altered |
The relationship between the organization and the innovation is defined more clearly |
The innovation Becomes an Ongoing Element in the Organization’s Activities, and loses its identity |
MATCHING |
REDEFINING/ RESTRUCTURING |
CLARIFYING |
ROUTINIZING |
#1 |
#2 |
#3 |
#4 |
#5 |
Gambar 2
Five Stages In The Innovation Process In An Organization
(Rogers, Everett M, 1995 : 392)
7. TAHAPAN PENERAPAN INOVASI
Proses inovasi mempunyai urutan dari tahap – tahap atau sub proses :
1. Adopsi
2. Testing, implementasi terbatas untuk menguji keakuratan, kesesuaian dan akibat – akibat yang mungkin
3. Instalasi, proses menyambung inovasi kepada struktur yang luas dan aktivitas dari organisasi
4. Pelembagaan, proses merubah status dari inovasi dari elemen – elemen baru kemudian membuatnya menjadi bagian yang integral dari suatu sistem. Pada penyelesaian proses ini, inovasi tidak bisa diidentifikasikan lebih lama pada organisasi sebagai inovasi. Hal itu menjadi bagian dari aturan – aturan organisasi, aktivitas yang berkesinambungan dan bagian integral dari fungsi totalnya. (Rogers dan Argawala-Rogers, 1976: 163)
Menurut Everett M.Rogers and Rekha Agarwala – Rogers(1976: 159) faktor – faktor yang mempengaruhi secara alami/aturan dari proses inovasi, yaitu :
1. Knowledge of Innovation and Reinvention
Kemungkinan dari suatu organisasi membawa suatu inovasi dan memasukannya kedalam struktur adalah dipengaruhi oleh seberapa jauh kesadaran organisasi terhadap inovasi dan persepsinya tentang karakteristik mereka yang menonjol. Faktor pengetahuan ini dipengaruhi oleh sebagian oleh karakteristik personel – personel dalam organisasi (seperti kosmopolitasn dan profesionalisme mereka) dan sebagian oleh definisi proses penelitian. Perilaku dimana suatu masalah dan pendukung inovasi didefinisikan oleh organisasi menentukan apapun inovasi yang akan diadopsi. Inovasi harus dirasakan sebagai solusi yang potensial terhadap kesenjangan performance terhadap adopsi yang terjadi. Penelitian pada inovasi dalam organisasi telah mengasumsikan bahwa ide tentang suatu teknologi baru, yaitu memasukan suatu sistem dari sumber luar dan kemudian diadopsi (dengan perubahan kecil yang relatif atau adaptasi) dan diimplementasikan sebagai bagian dari operasi organisasi yang berkesinambungan.(Rogers dan Rekha Argawala-Rogers, 1976: 159). Dalam kenyataannya, banyak inovasi selanjutnya mengalami revisi yang ekstensive, pada dasarnya sama dengan reinvention (penemuan kembali), dalam proses adopsi dan inovasi mereka di dalam organisasi. Sehingga organisasi seringkali mengadopsi tidak benar-benar spesifik seperti cetak birunya untuk inovasi tetapi suatu konsep umum yang mana mengoperasionalkan makna secara bertahap dan berkembang dalam proses implementasi. Kemudian ”inovasi” dalam organisasi sering dikatakan reinventing the wheel (Rogers dan Rekha Argawala-Rogers, 1976: 160).
2. External Accountability
External Acountability adalah tingkatan dimana suatu organisasi tergantung atau bertanggungjawab kepada lingkungannya. Ketergantungan adalah suatu kebutuhan organisasi pada dana dan pada personel serta kliennya, dimana hal itu tergantung pada sumber dari luar untuk menyediakan pertukaran transaksi secara terus menerus dengan lingkungannya.
3. Slack Resources (berkurangnya sumberdaya)
Slack resources adalah sumberdaya yang tidak siap digunakan pada maksud/tujuan yang lain. Kehadiran organization slack adalah hal penting dalam mencocokan suatu inovasi dengan masalah. Semua inovasi memasukkan suatu ivestasi dari paling tidak beberapa sumberdaya untuk implementasi mereka. Selanjutnya kesadaran tentang berkurangnya sumberdaya untuk implementasi mereka. Selanjutnya kesadaran tentang berkurangnya sumberdaya rupaya penting bagi adopsi dari suatu inovasi. Kemunduran sudah ada didalam organisasi, atau hal itu mungkin dengan sengaja dibuat. Jumlah dari berkurangnya sumberdaya sekarang ini dalam suatu organisasi pada point yang ada (dan semua organisasi mempunyai kekurangan/kemunduran pada semua waktu) benar –benar berhubungan pada kemungkinan bahwa beberapa inovasi yang biasa akan diadopsi. Berkurangnya sumberdaya adalah esensial bagi inovasi yang tejadi dalam suatu organisasi : suatu tingkat yang sangat tinggi dari kemunduran sumberdaya mungkin bahkan dibuat untuk kebutuhan dari inovasi tersebut. Perasaan kesenjangan performance kemudian didefinisikan dalam terminologi penggunaan yang maksimal dari berkurangnya sumberdaya.(Rogers dan Rekha Argawala-Rogers, 1976: 162).
4. Organizational Structure
Struktur organisasi adalah susunan dari komponen – komponen dan subsistem – subsistem di dalam suatu sistem. Banyak penelitian memberi perhatian pada hubungan berbagai kelengkapan dari suatu struktur organisasi dengan perilaku inovasinya. Variabel – variabel seperti sentralisasi, formalisasi, kompeleksitas, integrasi dan keterbukaan terhadap pengaruh dimana organisasi sedang merasa ada masalah solusi dan membuat keputusan. Secara relatif hubungan yang lambat dengan keinovatifan telah sering diperoleh di dalam penelitian ini menyarankan bahwa faktor – faktor yang lain yang telah kita identifikasikan (seperti faktor lingkungan) mungkin mempunyai suatu peran yang lebih besar didalam proses inovasi. Variabel – variabel struktural mempengaruhi proses definisi masalah didalam suatu organisasi dan hasilnya. Kita mencatat sejak awal bahwa inovasi bukanlah suatu hasil yang dapat dihindarkan dari suatu proses. Hasil yang memungkinkan lainnya adalah :
(a). Tidak ada perubahan
(b). Ekspansi atau penciutan dari aktivitas sekarang ini, dan
(c). Tidak ada perubahan inovatif (perencanaan kembali dari elemen-elemen inovatif yang bisa diidentifikasi)
5. Stages in the Innovation Process
Tahap pertama dari proses inovasi mengandung keselarasan dari suatu masalah organisasi (kesenjangan performance) dengan suatu inovasi. Pada point yang sama suatu keputusan organisasi dibuat untuk menyelaraskan masalah dengan inovasi dengan berkurangnya sumberdaya yang tepat bagi adopsi. Keputusan organisasi untuk menyelaraskan masalah, inovasi dan sumberdaya adalah point bersama yang diidentifikasi sebagai adopsi dari inovasi. Hal itu tanda pergeseran dari definisi masalah menuju inovasi yang tepat. (rogers dan Rekha Argawala-Rogers, 1976: 162-163)
PENERIMAAN INOVASI PADA LEVEL INDIVIDU
Dalam penerimaan inovasi oleh suatu masyarakat tidak terjadi secara serempak mengingat tingkat pengetahuan yang dimiliki mengenai inovasi yang telah diadopsi oleh organisasi berbeda. Ada yang memang sudah menanti datangnya inovasi (karena sadar akan kebutuhannya), ada yang melihat dulu sekelilingnya, ada yang baru menerima setelah yakin benar akan keuntungan – keuntungan yang kelak diperoleh dengan penerimaan itu dan ada pula yang tetap bertahan untuk tidak mau menerima. Masyarakat yang menghadapi suatu difusi inovasi oleh Everett M Rogers(1995 :22) dikelompokan dalam kategori :
1. Inovator, yakni mereka yang memang sudah pada dasarnya menyenangi hal – hal baru dan rajin melakukan percobaan – percobaan.
2. Penerima dini (early adopters), yaitu orang – orang yang berpengaruh, tempat teman-teman sekelilingnya memperoleh informasi dan merupakan orang-orang yang lebih maju dibanding orang sekitarnya.
3. Mayoritas dini (early majority), yaitu orang – orang yang baru bersedia menerima suatu inovasi selangkah lebih dahulu dari rata – rata kebanyakan orang lainnya.
4. Mayoritas belakangan (late majority), yakni orang – orang yang baru bersedia menerima suatu inovasi apabila menurut penilaiannya semua orang sekelilingnya sudah menrima.
5. Laggards, yaitu lapisan yang paling akhir dalam menerima suatu inovasi atau bahkan tidak menerimanya.
DAMPAK DARI ADOPSI INOVASI DALAM ORGANISASI
Terjadinya perubahan dalam suatu organisasi, antara lain disebabkan oleh diperkenalkan atau dimasukan hal – hal, gagasan – gagasan dan ide – ide baru. Hal – hal yang baru tersebut dikenal sebagai inovasi. Kebijakan untuk mengadopsi suatu inovasi merupakan suatu keputusan yang dibuat oleh organisasi setelah melalui suatu tahapan tertentu(Rogers, Everett M, 1995). Menurut Rogers dan Rekha Argawala, (1976 : 150), inovasi dalam organisasi dibedakan berdasarkan dinamika penerimaan dari proses inovasi, 1.). inovasi dalam organisasi adalah inovasi yang diadopsi sebagai suatu hasil dari keputusan organisasi dimana tidak memasukan sebagian besar anggota untuk berperilaku berbeda sebagai individu. 2.). inovasi organisasi adalah inovasi dengan memasukan perubahan dalam perilaku individu.
Menurut David F. Andersen (1991: 79) teknologi informasi mempengaruhi pemerintah dalam empat cara. Pertama, teknologi baru dapat mengubah rincian tahap-tahap operasi pemerintah. Kedua, teknologi secara halus megubah hubungan antar pimpinan pilihan masyarakat dengan para pakar teknologi di pemerintahan. Ketiga, akan terjadi perubahan karakter pemerintahan sebagai sumber informasi bagi masyarakat. Keempat, perkembangan teknologi akan mengubah tanggung jawab pemerintah sebagai pemilik informasi publik.
Dalam penerapan teknologi informasi di negara berkembang, dua karakter dominan segera muncul, yaitu pertama, dominasi pemerintah atas komponen lainnya di dalam masyarakat; kedua, ketergantungan total pada transfer teknologi dari negara maju. Sebagaimana halnya negara maju, pemerintah negara berkembang memelopori penggunaan komputer untuk administrasi dan riset ilmu pengetahuan dan teknologi. Perbedaannya adalah jika di negara maju kemudian pihak swasta menyusul bahkan mengambil alih peran pemerintah dalam pengembangan teknologi informasi, dibanyak negara berkembang pemerintah sering menjadi satu-satunya tumpuan pengembangan.
DAFTAR PUSTAKA
Pace and Faules,(2002), Komunikasi Organisasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Pacey, Arnold.,(1983), The Culture of Technology. Massachusetts : The MIT Press.
Rogers, Everett M (1995), Diffusion of Innovations.—Fourth Edition. New York : The Free Press.
Straubhaar, Yoseph and LaRose, Robert.,(2004), Media Now : Understanding Media, Culture,and Technology.—Fourth Edition. Australia : Thomson
Sampurna, (1996), Membuat Homepage dan HTML.—Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
Littlejohn, Stephen W., (2002), Theories Of Human Communication.— Seventh Edition.— Australia : Wadsworth
Yin, Robert K.,(1995), Studi Kasus (desain dan Metode).—edisi revisi.Jakarta : RajaGrafindo Persada
Selamat belajar